Senin, 09 Januari 2017

Menapaki Atap Sumatera, Sekepal Tanah Dari Surga


Setelah sekian lama penantian dan persiapan selama kurang lebih 3 bulan, akhirnya di pertengahan bulan Mei 2015 pendakian saya kali ini dapat terealisasikan. Saya bergegas mempacking carrier saya untuk menuju Balikpapan ke Kota Padang, dengan mengambil rute transit melalui Batam, perjalanan panjang dari Samarinda selama kurang lebih 3 jam dan akhirnya sampai di Kota Padang dengan total tempuh hampir 10 jam dengan mendarat mulus di Bandara Internasional Minangkabau. Ranah minang memberikan sambutan hangatnya ketika sore hari itu saya tiba dengan hamparan garis pantai yang memanjang dan jajaran pegunungan Bukit Barisan membuat saya jatuh hati dengan keindahan alam Sumatera Barat dari atas udara saja sudah begini apalagi ketika saya benar-benar menjelajahinya.

Tujuan utama saya ke Sumatera Barat adalah untuk menapaki “Sekepal Tanah dari Surga” atau biasa disebut dengan “Atap Sumatera” tidak lain adalah Gunung Kerinci yang terletak di perbatasan Sumatera Barat dan Jambi, namun saya memilih melalui rute Sumatera Barat karena kemudahan akses, biaya, dan waktu untuk menuju ke lokasi desa terakhir sebelum pendakian yaitu Desa Kersik Tuo, Kecamatan Kayu Aro. Gunung Kerinci adalah titik Gunung Berapi tertinggi di-Indonesia atau tertinggi kedua setelah Cartenz Pyramid di Pegunungan Jayawija, Papua dengan ketinggian 3.805 meter diatas permukaan laut. Ini adalah puncak ketiga saya dalam daftar 7 Gunung tertinggi di Indonesia setelah sebelumnya di Gunung Semeru dan Rinjani, dalam beberapa tahun terakhir ini saya bertekad untuk menyelesaikan ketujuh rangkaian tersebut. Gunung Kerinci termasuk didalam lokasi Taman Nasional Gunung Kerinci Seblat dengan luas lahan konservasi 1.484.650 hektar dengan habitat asli adalah Harimau Sumatera dan Badak Sumatera.

Selama di Kota Padang saya menumpang di kediaman Uda Riko yang biasa digunakan sebagai basecamp Padang Backpacker atau “Rumah Singgah” bagi para backpacker. Di rumah singgah inilah kami menentukan meeting point sebelum menuju desa terakhir sambil menunggu rombongan lain yang baru akan tiba esok hari-nya. Jumlah team untuk pendakian kali ini berjumlah 8 orang, 2 orang lebih dahulu tiba sehari sebelumnya, akhirnya malam itu dihabiskan dengan saling berinteraksi sosial, makan malam dan beristirahat dengan pulas.

Tepat pukul 10 siang rombongan terakhir tiba di basecamp, kami lalu bergegas segera menuju Desa Kersik Tuo agar tidak terlalu malam sampai di penginapan. Kurang lebih 9 jam perjalanan panjang berkelok-kelok melewati jalan berbukit-bukit akhirnya kami tiba di penginapan Paiman sekitar jam 8 malam, mungkin kami terlalu lama istirahat makan pada saat berangkat dan sore hari-nya. Disini mayoritas penduduk adalah transmigran dari Pulau Jawa, konon dahulu dipekerjakan sebagai pekebun di kebun-kebun teh dan kopi.



Sejuk. Pagi hari itu berselimutkan kabut tipis, pelan-pelan dengan gagahnya Gunung Kerinci menunjukkan pesonanya. Setiap pendaki yang ingin mendaki Gunung Kerinci sebelumnya wajib untuk mengurus surat perizinan berupa Simaksi, beruntunglah penginapan tempat kami menginap bersedia membantu untuk mengurus perizinan kami dengan beberapa fotocopy KTP dan data diri kami diperbolehkan untuk melanjutkan perjalanan. Selesai sarapan kami bergegas menuju Pintu Rimba, pintu masuk utama menuju lebatnya hutan hujan tropis Sumatera dan langkah awal menuju Atap Sumatera. Hanya do’a kepada Tuhan YME dan kewaspadaan kamilah yang nantinya akan menentun jalan keselamatan kami.

Perjalanan awal dari Pintu Rimba melewati Pos I dan Pos II kami habiskan selama 40 menit dengan trek yang masih landai namun sedikit becek serta vegetasi yang cukup lebat. Setelah cukup beristirahat selama 10 menit kami melanjutkan perjalanan menuju Pos III, di pos III ini terdapat sebuah pondok atau gazebo bagi setiap pendaki untuk duduk beristirahat sebentar sebelum melanjutkan pendakian menuju Shelter I. Selama beberapa menit beristirahat di Pos III kami sering dihampiri beberapa kawanan Tupai yang mendekati kami, mungkin Tupai tersebut sudah terbiasa berinteraksi dengan manusia sehingga berani untuk mendekat, namun tidak sampai disentuh. Melanjutkan kembali perjalanan menuju Shelter I dimana jalur pendakian sudah mulai cukup menajak dan curam, diperlukan kecekatan tangan untuk bertempu pada akar-akar dan ranting pohon serta memilih pijakan yang tepat. Kurang lebih pukul 12 siang kami tiba di Shelter I yang merupakan tanah lapang yang cukup luas. Kami membuka perbekalan berupa Nasi Bungkus yang kami siapkan dari penginapan untuk menghemat waktu daripada harus memasak perbekalan yang harus repot-repot membongkar isi tas. Kurang lebih 1 jam beristirahat, makan dan beribadah kami melanjutkan kembali menuju Shelter II, jalur pendakian sama seperti dari Pos III ke Shelter I namun vegetasi rapat sudah mulai berganti berupa vegetasi tamanan perdu/pendek dan suhu udara sudah mulai lebih dingin. Perjalan Shelter I ke Shelter II adalah jalur trek terpanjang dan paling menyita waktu dalam pendakian di Gunung Kerinci daripada jarak Pos/Shelter lainnya, jadi jalur ini benar-benar merupakan ujian bagi para pendaki. Ketika kami tiba di Shelter II disambut dengan gerimis hujan yang memaksa kami untuk beristirahat sejenak disebidang tanah yang tidak cukup luas yang hanya cukup 3 – 4 tenda sebelum menuju Shelter III/Pos camp terakhir.

Kurang lebih 30 menit kami beristirahat di Shelter II waktupun telah menunjukan pukul 5 sore. Kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju Shelter bayangan sebelum Shelter III, karena tidak mungkin untuk mengejar waktu menuju Shelter III karena kondisi team sudah mulai cukup kelelahan dan juga memakan waktu kurang lebih 2 jam. Perjalanan dari Shelter II ke Shelter III adalah berupa lorong-lorong dari tanaman perdu dan juga merupakan jalur air sehingga ketika hujan gerimis tersebut jalan menjadi sangat licin dan becek menambah berat pendakian kami, beruntung sebelum magrib tiba kami tiba di Shelter bayangan dan segera mendirikan tenda dan menghangatkan tubuh dengan minuman hangat dan bersiap untuk memasak perbekalan sebelum beristirahat untuk tidur untuk melakukan Summit Attack.



Summit Attack adalah hal yang lumrah dilakukan oleh pendaki ketika mendaki gunung, meski tidak ada kewajiban untuk mencapai puncak. Biasa mulai dilakukan pukul 12 malam atau pukul 2 malam tergantung kondisi dan jarak tempuh pendakian tersebut. Ketika itu kami melakukan Summit Attack pukul 3 malam setelah beristirahat dengan cukup, meyiapkan perbekalan menuju puncak, kami mengisi perut terlebih dahulu di dinginnya Gunung Kerinci yang hampir menebus 5° Celcius ketika saya mengecek suhu melalui thermometer jam tangan. Kami pun berdo’a dan berserah diri agar diberikan kelancaran dan kemudahan untuk menuju puncak Gunung Kerinci. Kurang lebih 1 jam perjalanan kami tiba di Shelter III atau camp terakhir, terdapat beberapa tenda pendaki dengan riuh rendah juga sedang mempersiapkan diri menuju puncak. Tanpa kami sadari kami adalah team pertama yang bergerak menuju puncak sebab tidak ada sinar lampu lain yang pelan-pelan merayap di kegelapan malam lereng Gunung Kerinci kecuali sinar-sinar lampu dari lereng dibawah kami. Trek berpasir dan curam serta berbatu vulkanis menjadi teman perjalanan kami subuh itu, dinginnya udara dan hembusan kencang angin mulai terasa sebab tidak ada lagi vegetasi yang menutupi jalur sepanjang jalur Shelter III menuju puncak. Pelan-pelan tapi pasti itulah kunci kami untuk menuju puncak Indrapura – nama puncak Gunung Kerinci – tinggal sedikit lagi gumam saya ketika sampai di pertengahan lereng berupa lahan datar berpasir dan berbatu, ini adalah Tugu Yudha, tempat dimana seorang Siswa Pecinta Alam asal Jakarta menghilang dan sampai sekarang belum ditemukan sejak tahun 90-an. 30 menit setelah berjalan dari Tugu Yudha akhirnya team sampai di puncak Indrapura dan memang tidak ada team lain selain kami, sujud syukur kami panjatkan kepada Yang Maha Kuasa telah mempermudah langkah kami. Tidak berapa lama kemudian rombongan pendaki lain tiba dan kami pun mengucapkan selamat kepada mereka telah berhasil menapakkan kaki di Atap Sumatera, Sekepal Tanah dari Surga.



Gunung Kerinci merupakan gunung berapi yang masih aktif, di puncaknya kami berada di bibir kawah yang sekali-kali menyemburkan materil pasir debu dan hawa belerang. Sesekali saya mengintip lubang kawah tersebut, sangat dalam dan curam, saya melangkah hati-hati untuk mengambil beberapa gambar agar tidak terpeleset jatuh ke dalam kawah. Perlahan-lahan cahaya matahari dari ufuk timur menghatkan kami dari dinginnya suhu di Gunung Kerinci, nampak dari kejauhan alur-alur garis horizon cakrawala jingga dengan balutan biru serta pemandangan Danau Gunung Tujuh –Danau Air Tawar teringgi di Asia Tenggara- tampak di arah timur. Saya dapat melihat dengan jelas hamparan Samudera Hindia di arah Barat. Sungguh pemandangan luar biasa dari sini dapat melihat hampir seperempat dari luasan Pulau Sumatera dari ketinggian Gunung setelah dengan usaha dan jerih payah untuk menggapainya. Hamparan lautan awan menambah lengkap kesempurnaan salah satu mahakarya dari Nusantara ini. Hampir tidak terasa kami menghabiskan waktu 3 jam menikmati suguhan dari Atap Sumatera ini, kamipun bergegas turun menuju camp dan melanjutkan perjalanan pulang kami menuju Kota Padang.  Kesan saya terhadap Gunung Kerinci ini daripada gunung lainnya yang pernah saya kunjungi adalah jalurnya yang cukup ekstem dan langsung to the point tanpa harus banyak memutar, hutan hujan tropis nya serta trek-nya yang berat mulai dari becek dan berpasir. Namun saya cukup puas dengan pendakian kali ini, sebab selain masih asri dan bersih tidak terlalu banyak orang yang mendaki gunung ini, pada hari itu menurut data yang saya dapat tidak sampai 100 orang yang melakukan pendakian, ketika saya berada di puncak mungkin hanya sekitar 30 orang saja, sangat berbeda dengan gunung-gunung di Jawa yang hampir 500-1.000 orang yang datang sehingga terkesan sumpek, belum lagi ulah para pedaki/pengunjung yang tidak kembali membawa turun kembali sampah bawaan mereka. Sekedar mengingatkan bahwa jadilah pendaki/pejalan yang bertanggung jawab apabila berada di alam karena kecantikan negeri ini kitalah yang menjaganya, dan juga Gunung Bukanlah Tempat Sampah!



Penulis             : M. Pribadie Nugraha
Photo               : M. Pribadie Nugraha & Rizal Agustin
Instagram        : @abienugraha


Selasa, 07 April 2015

GUNUNG RINJANI: Menengok Eloknya Negeri Dewi Anjani (PART 1)



PRELUDE
Wohoo, Akhirnya kesampaian juga buat menapaki alam indah Pulau Lombok, terutama Gunung Rinjani nya yang terkenal se-mancanegara dan dinobatkan sebagai gunung paling indah se Asia Tenggara, keren gak tuh Indonesia? Karena saya ngebet banget buat kesini akhirnya kesampaian juga buat menengok yang selama ini di kangen2in, dan gue sebut ini sebagai PDKT, why? Karena gue ga berfikir cuman sekali buat kesini, karena sekali gak cukup men! Serius deh. :D Sampe balik ke rumah juga masih kebayang-bayang keindahannya Rinjani, berasa badan udah balik tapi jiwa masih di sana (alah lebay! hahaha).

Rinjani adalah gunung berapi aktif tertinggi kedua di Indonesia setelah Gunung Kerinci di Sumatera. Gunung ini sangat terkenal karena keindahan alam dan panoramanya yang memukau mata pelancong yang datang, bahkan bisa membuat jatuh hati bagaikan cewek cantik yang bikin kita penasaran buat di deketin. Gunung Rinjani terletak di tengah-tengah Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Tepat nya di sebagian wilayah Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Lombok Utara, dan Kabupaten Lombok Tengah. Nah, karena Gunung ini terletak di sebuah pulau yang gak sampe seperempat nya Pulau Jawa banyak keunikannya disini nih, yuk kemon!


HOW TO GET THERE?
Pertama yang pasti dipikirin, gimana caranya gue buat sampe kesana ya? Sebab sekarang udah gak kuliah lagi di Bandung, ga bisa ngeteng-ngeteng lagi naek kereta kelas ekonomi, ataupun nebeng truk atau yang elit sedikit naik bus malam. Jadi disini gue deskripsikan perjalanan mulai dari Bandara Lombok Praya aja ya! Dari pintu gerbang keluar Bandara apalagi kalo datengnya sekitar jam 9-10 bakal banyak makhluk-makhluk yang bawa tas segede kulkas, tinggal tanya aja mereka pada mau ke-Rinjani naek apa buat sharing cost. Biasanya kendaraan yang digunakan menuju ke Sembalun menggunakan mobil sewaan Avanza/Xenia untuk maksimal 4 orang. Tapi gue kaga mau pake itu mobil, alasannya simple, pengen ngeliat perjalanan Lombok secara terbuka. Istilahnya kalo lo PDKT jadi lo udah buka-bukaan di awal, hahahaha. Mobil pick up milik Pak Sobirin adalah pilihannya, cukup bayar Rp 20.000,- udah sampe ke Sembalun, ga ada biaya tambah-tambahan lagi. (ngirit :D)


WHAT'S UNIQUE HERE?
Kenapa mesti Rinjani? Kenapa gak gunung yang lain dulu gitu di Jawa? Nah ini dia yang ada di dalam benak gue. Menurut gue Rinjani itu unik, bener-bener unik, Bener-bener kayak PDKT dah istilahnya gue mau maen-maen kerumah nya gitu. Istilahnya selama ini gue cuman kenal lewat poto dan cerita-cerita temen gue yang udah berkunjung ke sono. hehehe. Ya! Rinjani itu unik karena semua nya ada di Rinjani! Gunung yang sangat komplet untuk dikunjungi. Mulai dari jalur Sembalun bakal nemuin trek padang savana yang luas menuju Plawangan Sembalun, jalan berpasir batu menuju Puncak Anjani, tebing yang curam menuju Danau Segara Anak, jurang yang menganga menuju Plawangan Senaru, dan hutan yang lebat menuju Senaru. Sangat komplit bukan? Belom, masih kurang, ada lagi yang uniknya. Karena menurut gue sih di Rinjani itu adalah ada Gunung di Dalam Gunung, karena di Danau Segara Anak ada sebuah gunung berapi yang juga aktif yaitu Gunung Baru Jari. Jadi Rinjani itu cewek komplet idaman para Pria Petualang! Jadi kenapa lo sampe sekarang belom kesini?


TIPS
- Usahakan sudah tiba di Bandara jam 9-10 pagi sebab akan sampai di Pos Pendaftaran via Sembalun sekitar jam 2 - 3 sore atau 4 - 5 jam perjalanan dari Bandara. Itu juga klo lo ga kepotong buat beli-beli logistik buat bekel nanti di atas gunung, soalnya ga ada yang dagang kopi ama rokok di atas sono kaya di Semeru, Lawu, dan Gunung Gede
- Bawa pelembab sama tabir surya mah wajib hukumnya klo lo ga mau balik dari sini jadi Cumi Gunung yang hangus!
- Klo punya temen dari anak Lombok lebih bagus yang udah hapal jalan nya, atau sewa porter buat yang masih pemula, sebab bakal ada penderitaan yang ga bikin sia-sia dalam perjalanan nanti jreng jreng. Tapi klo gak pake porter juga gak apa2 paling bakalan kayak gue ngerasain gimana rasanya penyesalan yang indah (?)


BUDJET
Dari Bandara Lombok Praya
Sewa Pick Up Rp 20.000,- per orang
Penginapan 1 malam Rp 50.000,- per orang (pengen gaya)
Sewa Pick Up balik ke Mataram Rp 30.000,- per orang
Modal Logistik Rp 200.000,-
Tiket Masuk TNGR Rp 15.000,- per orang buat 3 hari
Sewa Pick Up dari Senaru ke Mataram Rp 20.000,- per orang
TOTAL: 355.000,-

THE STORY
Drama Keberangkatan
Sebenernya rencana ke Rinjani ini udah lama banget cuma baru terealisasi 1 tahun setelah tercetus ide itu. Setelah menabung sekian lama akhirnya setelah merasa cukup nekat lah gue buat berangkat untuk bertamu ke rumah Sang Dewi Anjani. Awalnya mau nge-trip sendiri, cuman karena udah asik sama temen-temen yang di Bandung gue kontak lagi mereka satu persatu. Awalnya pada ngambek gue kasi kabar nya H-1 bulan, tapi kalo gak kaya gitu entar kagak jadi-jadi mumpung masi muda ya gak? :D Sampai akhirnya H-2 dari berapa puluh orang yang gue kontak jadi cuman 2 orang temen dari Bandung yang sanggup. So? Gak masalah kita tetap berangkat dengan dayang-dayang yang bakal nemenin gue PDKT. Sebut sajalah nama mereka Putra dan Herbert (keduanya nama asli bukan samaran) adek tingkat gue waktu kuliah dulu. Persiapan logistik kami lakukan secara online alias gak ada tatap muka sama sekali. Waktu itu Putra lagi di Bekasi pulang kampung soalnya kuliah juga lagi libur mempersiapkan tahun ajaran baru, dan Herbert lagi di Malang habis mendaki Gunung Semeru (gila ya, 2 minggu habis naek Semeru langsung naek Rinjani lagi). Alat logistik buat mendaki seperti tenda, nesting, kompor, dan pancingan gue yang bawa. Sedangkan Putra dan Herbert bawa logistik makanan buat nanti pesta di atas gunung. Ceritanya pengen makan enak di atas gunung, istilahnya kemping elit hahaha!

Selama 2 minggu kita saling kontak-kontakan atur strategi dan survey lokasi dari blog-blog lainnya, serta persiapan fisik joging-joging kecil, renang dan 1 kali maen futsal. Tiba-tiba H-1 minggu datang kabar yang hampir membuat rencana matang ini gagal. Sebab ada kabar berupa musibah sakitnya Nenek gue di Bandung, sampe masuk ke Rumah Sakit. Selama 3 hari gue bilang di grup pengen tetap jadi tapi kondisinya gak mungkin sebab harus nengokin ke Bandung. Walhasil selama 3 hari itu gue bilang sama anggota kalo gue belom tentu berangkat dan liat kondisi. Keluarga udah duluan kesana, tinggal gue sendiri yang belom berangkat, OMG berduhakanya gue. Akhirnya gue memutuskan untuk tetap berangkat! (nekat!) Packing lah gue H-3 sebelum ke Rinjani menuju ke Kota Kembang, berharap agar Nenek cepet sembuh setelah itu gue bisa berangkat ke pujaan hati gue :'(

Mengambil penerbangan pertama ke Jakarta, dengan kemacetan jalan akhirnya tiba di rumah, istirahat sebentar kemudian segera menengok nenek yang sedang sakit di rumah sakit. Hari itu gue fokus aja di RS, badan masih capek tapi gue harus segera kesana sebab khawatir apabila terjadi apa-apa. Selama 2 hari di Bandung dihabiskan di Rumah Sakit untuk menjaga Nenek agar segera cepat sembuh dan kembali menjalankan aktivitas seperti biasanya. Chat bersama temen-temen yang lain otomatis cuman gue read sambil menunggu kepastian sebab kedua temen gue udah siap buat berangkat menuju ke rumah sang pujaan (aduh, terancam gagal PDKT) but keluarga lebih utama jadi gue memilih stay sampai last minute.

Kamis pagi cahaya matahari masuk ke dalam ruangan rawat, pagi itu dokter dan perawat merekomendasikan untuk pindah ruangan, ada apa gerangan? Gue khawatir kalo terjadi keadaan yang lebih gawat. Gue bantu Setelah gue bantu dokter dan perawat buat pindahin ke ruangan lain ternyata Nenek gue udah sembuh dari hari kemarin, jadi besok Jum'at udah bisa keluar RS. Oh Thanks God! akhirnya ternyata gue emang jodoh ama Rinjani! hehehe. Setelah gue izin dengan Orang Tua dan Nenek gue buat pergi dan mereka juga memberikan izin segera gue kontak temen-temen kalo gue bakal tiba di Lombok hari Jum'at pagi. Gue ambil penerbangan pertama dari Bandung langsung menuju Lombok Praya, Yuhhuuuuuu, Lombok I'm Coming, Thanks God, and Thanks My Fam!

(Sunrise di Gunung Rinjani)


Day 1
Sambutan hangat dari Lombok
Jam 05.30 WIB gue tiba di Bandara Husein Sastranegara Bandung setelah di antar oleh Bokap, Check In Ticket dan bagasi lalu duduk manis lah gue di ruang tunggu. Sempet liat ada sepasang cowok dan cewek di ruang tunggu yang tadi membawa carrier duduk di depan gue. Saat hallo-hallo di Bandara bersuara menunjukan waktu nya untuk masuk pesawat, gue sontak menanyakan kedua pasangan tadi mau menuju kemana? Dan mereka menjawab mau ke Rinjani, Ok, gue dapet temen baru lagi dalam perjalanan ini. Setiap percakapan dan tanya jawab, sidik punya sidik ternyata pasangan itu adalah Ayah dan Anak, gue sempet ketipu habis Ayah nya masih muda, apa anak nya yang udah keliatan dewasa padahal masih SMA kelas 3 hahaha! (Sorry De'). Tepat jam 06.00 WIB pesawat flight dan gue tertidur pulas sampai transit di Bandara Juanda Surabaya. Sambil menunggu pesawat yang akan menuju ke Lombok, kami sarapan sambil bercerita pengalaman masing-masing sampai pesawat yang mengantarkan kami tiba dan kami pun menikmati keindahan alam Jawa Timur dan Pulau Bali sampai tidak terasa 1 jam perjalanan dari Surabaya ke Lombok membuat kami bersemangat menuju destinasi berikutnya.

Ah ini mimpi! Gue sampai juga di Lombok, percaya ga percaya sih soalnya selama ini cuman ngebayangin aja tapi kalo lo sering ngebayang-bayangin hal-hal yang lo pengenin pasti lo bisa dapetin hehe percaya deh! Poto-poto narsis dikit sambil nunggu bagasi setelah itu berjalan ke lorong pintu keluar, udah banyak yang nyambut kita tuh buat nawarin paket-paket wisata di Pulau Lombok, Putra udah sampe 1 jam duluan di Lombok dari Jakarta, doi udah cari-cari kendaraan yang paling irit buat nganter kita ke Sembalun dan doi dapet Pick Up hijau yang tampaknya keluaran 2010 kebawah alias bangkotan tapi gak masalah yang penting bisa sampe hehe. Oya gue belom kenalin dua pasangan Ayah dan Anak tadi adalah Pak Hans dan Dea, seorang pengusaha cabe yang tinggal di bawah kaki Gunung Burangrang di Bandung. So, kita ber-empat naik ke dalam pick up bak pangeran dengan kereta kencana-nya. Sedangkan Herbert yang dari Malang menggunaka jalur darat dan laut, jadi kita janjian aja ketemuan di Sembalun. Kabar terakhir yang kami terima doi masih di Bali kira-kira sampai penyebrangan ferry jam 11 siang dan sampai di Sembalun jam 3 - 4 sore. 

10 menit, 20 menit, 30 menit kami di dalem pick up kok belom berangkat-berangkat juga? Ternyata Pak Sobirin (Si Supir pick up) lagi nunggu rombongan dari Jakarta, beruntung setelah kita tanya rombongan tersebut tiba dan segera mengangkut "kulkas" mereka ke dalam pick up. Yo come on! The adventure begins! Sepanjang perjalanan kami disuguhi hamparan Rumah Makan Padang eh! Padang rumput yang luas berwarna kecokelat-cokelatan, maklum waktu itu sedang musim kemarau. Selain itu yang bikin takjub adalah masjid-masjid yang ada disini, besar-besar dan bagus-bagus. Hampir tiap tikungan jalan ada masjid nya, sesuai dengan motto nya yang kata nya "Negeri 1000 Masjid". Awalnya perjalanan lancar sebab kapasitas penumpang terlihat ideal. Sempat beristirahat sejenak untuk ibadah solat jum'at di salah satu masjid besar di suatu desa, yang membuat saya mengerutkan kening adalah semua pria lokal di masjid ini menggunakan peci! Walhasil kita yang bukan warga lokal menjadi pusat perhatian karena gak pake peci hehehe. Setelah itu perjalanan dilanjutkan, sesampainya di suatu pasar kami istirahat untuk makan siang dan membeli bekal logistik selama nanti pesta di atas gunung.

Tapi ga berapa lama kemudian ternyata ada rombongan warga lokal yang juga ikut naek bareng kita. Dalam pikiran saya, wah enak banget ya ini warga lokal mau naek gunung aja bisa dijemput di base camp mereka langsung haha. Walhasil suasana di dalam pick up pun rame se-rame rame-nya dengan berbagai latar belakang masing-masing, benar-benar asik, apalagi di dalam perjalanan disuguhi pemandangan yang bagus, jalan yang sepi dan mulus, monyet yang melintas di pohon dan jalan raya menuju Desa Sembalun, dan juga tebing-tebing di sisi jalan yang kokoh benar-benar indah. Memasuki Desa Sembalun cuaca mula terasa dingin, wajar saja sebab Desa Ssembalun ini berada di ketinggial sekitar 1500-1800 mdpl sehingga iklim cukup bersahabat untuk berkebun dan menamam sayur-sayuran yang seger, hehehe. Setiba nya di Pos Pendaftaran pendakian jam 4 sore, kami santai-santai sejenak sambil foto2, melihat galeri dan pernak pernik serta mendaftar untuk pendakian esok hari nya. Ternyata dayang saya dari Malang, Bang Herbert masih dalam perjalanan dari Bali, untung saja beliau udah dalam perjalanan ferri sehingga kami prediksikan sampai nanti malam di tempat yang sudah dijanjikan oleh YME. Puji Tuhan, akibat saya menyebut kalimat tersebut pasangan Ayah dan Anak tadi menawarkan kami untuk menginap bersama dalam satu hotel tapi beda kamar, awalnya kita ga sediain budjet buat menginap karena kita rombongan pedit bin medit yang udah siap gelarin tenda di pelataran belakang pos pendaftaran, malu-malu kucing buat nolak akhirnya kami mengiyakan kapan lagi dibayarin sama bos cabe se-Bandung Raya, hahahaha. Beruntunglah gue dan dayang-dayang mendapat fasilitas 1 ruangan yang besar, kasur springbed, bantal dan guling, serta kamar mandi di dalem, berasa kosan sendiri, mantep dah makasi om ganteng dan anaknya yang masih unyu :D

Btw, sebelum Pak Sobirin pemilik pick up pergi, gue sempat berpesan untuk menjemput dayang Herbert di kota Lombok sebab khawatir saat tiba malam di Mataram ga ada kendaraan untuk menuju ke pos sembalun, dan beliau meng-iya-kan untuk menjemput di Mataram. Baik banget pokoknya Pak Sobirin ini! Setelah istirahat sejenak di kamar, mandi mandi ganteng, selepas magrib gue keluar dari kamar dan nongkrong asik di teras, ternyata disebelah kamar saya ada Komandan Marinir NTB yang akan melakukan pendakian 17 Agustus bersama regu batalyon-nya, wah beruntung sekali gue bisa bertemu dan ngobrol ngalur ngidul dengan beliau sampai akhirnya Om Hans dan anaknya menjemput kami untuk jalan-jalan disekitar desa dan mencari menu makan malam, yah ga usah ditanya klo kami dapat gratisan lagi sebab Om Hans ini baik banget (ato gue yang manfaatin banget? tapi gue udah nolak buat ga dibayarin tapi Om bersikukuh, beneran deh suer!!!) Selesai makan kami kembali ke kamar jam 11 malam, agak khawatir juga karena Herbert baru dalam perjalanan ke Mataram dari pelabuhan penyebrangan, namun karena sudah kelelahan akhirnya kita berdua bobo cantik tanpa tersadari.

Day 2
Salam sapa dari Rinjani
Jam 3 subuh ternyata Pak Sobirin telepon kalo dari jam 2 tadi udah ada di depan kamar kami, walhasil beliau nunggu kami ngebuka hp dan pintu sambil tidur-tiduran di dalam mobil. Dengan segera saya buka pintu dan wusssssss udara dingin menusuk bagaikan busur panah, ini baru di kaki gunungnya gimana di atas yaa. Akhirnya kami bertemu dayang Herbert dan sedikit memberikan tip kepada Pak Sobirin yang ternyata pulang langsung menuju desanya yang gak jauh dari desa Sembalun dan kami pun melanjutkan mimpi dan beristirahat sebentar. Gak kerasa udah jam 6 pagi, matahari udah mulai muncul dan dinginnya makin menusuk, segera kami buka pintu kamar agar udara segar masuk, sedikit peregangan otot lalu mandi serta berkemas-kemas untuk melakukan pendakian. Kurang lebih 1 jam bersiap tepat pukul 7 kami sarapan di Lobby dan mempacking ulang perlengkapan. Diiringi dengan doa dan niat yang tulus untuk PDKT akhirnya jam 8 tepat gue dan rombongan menapaki langkah demi langkah menuju sang Dewi nan Cantik Rupawan.

Kurang lebih 30 menit perjalan akhirnya kami sampai di gerbang pendakian rinjani yang sebenarnya, disini kami sempat diberi bekal berupa batang tebu dari warga lokal ketika sedang beristirahat sejenak. Wah beruntung sekali, segera gue belah batangnya satu persatu dan kemudian, crooootttt!!! Tangan gue gak sengaja kesabet pisau kecil, darah mengucur deras dan lubang luka lumayan dalam hampir terlihat tulangnya. Sempat bersumpah serapah dalam hati tapi gue kembali luruskan niat dan berfikiran jernih, anggap saja ini hanya musibah kecil dan harus segera di atasi dan Show Must Go On! 2 jam perjalanan akhirnya tiba di pos 1 setelah melewati jalan landai berbukit, aliran sungai lahar, nampak bangunan pos 1 cukup besar dan nyaman untuk beristirahat, tersedia juga jamban2 atap terbuka buat semedi, kami sedikit makan siang berupa roti dan cokelat kemudian melanjutkan kembali perjalanan menuju pos 2 kurang lebih 1 jam perjalanan. Disini rinjani benar2 menunjukan keindahannya, padang savana yang luas, serta kabut-kabut tipis mulai bermunculan benar-benar indah. Tanpa istrahat kami langsung menuju ke pos 3 yang disambut dengan hujan yang cukup deras ketika tiba di pos 3. akhirnya kami memutuskan untuk memasak air hangat dan membuat mie instan untuk mengganjal perut yang sudah mulai kelaparan. Sedangkan pasangan Ayah dan anak tadi udah duluan entah kemana bersama dengan porter nya.

Selesai makan dan siap2 selama 1 jam, hujan juga telah berhenti kami segera beres2 dan bergegas menuju plawangan sembalun tepat jam 3 sore, wah saya pikir bakal sampai jam 7 malam di camp sebab bakal melewati jalur 7 bukit penyeselan yang kata orang2 yang udah kemari bakal bikin kita nyesel dan berjuang lebih untuk berjalan lebih jauh. Ternyata eh ternyata apa yang direncanakan gak selamanya mulus, coba tebak kita sampai jam berapa di Plawangan Sembalun? Jam 9? ya meleset 2 jam lah, tapi gak jam 9 kita sampai, tapi jam setengah 11 malam!! Gila perjalanan gue kok lama banget yak, apa karena kita2 terlalu narsis atau gimana? 7 bukit penyesalan bener2 bikin kita jalan 7 jam, walhasil tenaga yang udah capek segera membangun tenda. Gue bertugas buat ngambil air di kaki gunung sendirian malam itu, gak kepikiran klo gue bakal berani sendiri sebab gak ada orang lagi yg malam2 gini ngambil air, tp gue akhirnya memberanikan diri supaya kita semua gak kekurangan cairan soalnya gabawa P***ri sih, huf bener2 perjalanan yang menguras tenaga, selesai makan malam kami beristirahat dan perjalanan melewati 7 bukit penyesalan tadi bener2 membuat kami kapok dan hampir tidak melakukan perjalanan ke puncak.

Jam 3 saya terbangun, segera membuat makanan dan minuman hangat untuk persiapan menuju puncak, sementara dayang2 yang lain masih terlelap pendaki2 yang lain telah bergegas menuju puncak Rinjani, puncak yang di impikan, sempat terpikir buat ga muncak akibat kondisi yang masi lelah, toh puncak hanyalah bonus, gimana kalo besok pagi langsung turun menuju danau saja? begitu pikiran gue. Tapi akhirnya dari bertiga hanya berdua yang memutuskan untuk menjajai puncak sang Dewi, tepat pukul 4 subuh disaat pendaki lain udah gak ada yang baru berangkat kaya kami, wah bener2 dah nekad kami berdua, berjalan pelan2 yang penting sampai begitu niatnya. Dengan kegelapan malam yang lama2 berubah menjadi biru gelap ditengah perjalanan, sedikit demi sedikit terlihat danau segara anak dari trek berpasir disebelah kanan, dan lautan luas di utara serta sedikit paparan gunung tambora di sebelah timur menemani perjalanan gue menuju puncak. 3/4 akhir perjalanan sebelum puncak adalah hal yang paling menyiksa. PDKT yang ujung2nya di gantungin, rasanya tu sakit banget, jarak puncak bendera merah putih yang tertancap di puncak gunung rinjani melambai-lambai terasa dekat sekali dengan mata, tapi itu hanya tipu muslihat pemberi harapan palsu karena buat mencapainya itu sangat sulit sekali! Trek berpasir yang gampang banget merosot yang kata orang sana yang sering mendaki rinjani bilang "Letter S" karena bentuknya terlihat seperti huruf "S" ketika kita berada di camp Plawangan Sembalun benar2 menyiksa, setiap melangkah 10 kali lalu merot 5 kali, yah itu bener2 menguji mental gue yang hampir putus asa di PHP-in ama Rinjani.

Setelah dengan sabar mengarungi segala cobaan nampaknya sang Dewi luluh juga, disaat pendaki lain sudah mulai turun karena udara udah mulei panas, tepat pukul 8 pagi akhirnya gue memutuskan untuk istirahat sejenak tidur beralaskan pasir bermandikan hangatnya matahari dan bermusik-an langkah kaki pendaki lain yang berbaris turun, lagian klo orang lain pada turun lebih baik gue istirahat sebab jalanan penuh dan pasir yang masih labil karena terinjak oleh pendaki lain. 30 menit tertidur pulas tiba2 dibangunkan oleh sesosok wanita berjaket biru, ternyata dia adalah anak dari Om Hans yang bernama Dea, sambil berhenti sejenak dan ngobrol2, akhirnya secercah harapan itu muncul, doi bilang puncak udah deket kurang lebih 20 menit lagi, disitu saya mulai semangat kembali untuk mendaki. Bagaikan kembali terahir dari sang surya yang menemani, tepat jam 9 waktu itu dan berdoa dalam hati supaya diberi kemudahan, akhirnya gue sampai di puncak dan gak ada siapa2 disitu kecuali seekor makhluk bernama Monyet!! Ya gue disambut sama monyet yang lagi asik santei makan dan melongo sinis ke wajah gue, ahahaha berkesan banget PDKT ini disambut dengan monyet dan terteteslah setitik air dari mata yang ga bisa ditahan lagi, I've made it! benar2 sebuah perjuangan berat untuk sampai ke gunung yang sangat indah ini, gunung yang bagaikan gadis sangat cantik bagaikan dari khayangkan, namun untuk menggapai nya diperlukan usaha dan kemauan ekstra, dan dalam perjalanan mencapai puncak ini tercetus sebuah jargon dari kami berdua "Rinjani kamu cantik, tapi kamu judes dan PHP, tapi aku tetep cinta kamu".



Bersambung....